Sabtu, 29 Desember 2012

PENSIL PENGAGUM RAHASIA

Hari pertama uas akhirnya datag juga
Rasanya gugup dan dag dig duar, tapi apa boleh buat, waktu pasti berlalu juga kan, dan di minta tak diminta masa ujian pasti tiba, jadi lebih baik aku memulai hari ini dengan rasa percaya diri, sekedar motivasi sih, pokoknya aku harus bisa.
Kebetulan pagi ini aku diantar kakak, jadi jika mood ku udah 100% jadi melonjak ke range 102%, semangat banget dong? Ya iyaah. .  he he.  Berhubung semangatku lagi amat sangat baik sekali, aku bisa memulai waktu dengan senyum (yang jelas, kayaknya jarang banget aku senyum ginian). Aku masuk gerbang dengan jejakan kuat. Hay skul, I ready for you.
Dan, oh tuhan
Dia lewat ke araku, ya ampun, Bagas, pagi ini manis banget sih.
“Hey, ayo ikut aku beli pensil” ujar Bagas (padahal gak pernah dia ngajak aku sebelumnya)
“Ah, aku punya beberapa nih udahan” jawabku. Bodohnya, seharusnya aku bilang ‘iya’
“Punya berapa?” tanya Bagas
“Tiga” jawabku pendek tanpa salah, seakan tak terjadi apa apa. Aduh, kenapa aku jaim banget. padahal kesempatan nih
“Pinjem satu dong, pensilku dibawa Fathir” kata Bagas mendekat padaku
Akhirnya aku buka tas, em pensil mana ya, ini aja deh. Ku keluarkan pensil 2B dan ku berikan pada Bagas, sekilas kulihat pensil itu. Udah tumpul
“Butuh rautan apa nggak?” tanyaku lagi.
Bagas terlihat mengamati pensil itu
“Eh, iya deh” jawabnya
Ku cari rautan, mana sih. Oh ini dia. Kukeluarkan rautan dan kuberikan padanya setelah menerima rautan dariku dia mulai meraut pensil tanpa berkata apapun
Seperti biasa tingkahnya dingin, teramat dingin, sebenarnya aku tak banyak tahu tentang bagas walau sama sama kelas tiga dan kelas kami bersebelahan bukan berarti aku kenal baik dengannya, cerita tentang bagas cuma ku dengar dari teman teman yang sering arisan cowok. dan sepertinya Bagas termasuk dalam daftar kandidat mereka.
Satu satunya jalan untukku berinteraksi dengan bagas adalah jam bahasa Indonesia. Kebetulan kami memiliki jam yang sama. oh iya, sekolahku adalah SSI. Jadi system kami seperti perkuliahan, temanku sekelas berubah terus sesuai dengan pelajaran yang kami terima, dan karena jadwal sift seperti itu akhirnya aku bertemu Bagas. Walau dalam waktu 2x 45 menit itu belum tentu aku bisa bertegur sapa dengan nya, namun  cukuplah untuk mengobati kangenku.
Bagas mengibaskan rautan dan mengembalikannya padaku, aku segera pergi. Kudengar dia mengucapkan terima kasih, namun aku tak sanggup bilang sama sama, hatiku sudah meloncat loncat minta keluar, kalau tak cepat pergi, aku takut jantungku copot beneran.
Kenapa ya, kalau di depan bagas aku selalu jaim begitu, padahal kan sebenarnya aku ingin sekali berbincang dengannya, apa memang ketika berhadapan dengan orang yang dikagumi seseorang akan mendadak lain seperti itu?, tau kah kau jawabnya?.
Aku meninggalkan pos satpam dan berlari menapaki balok balok beton ditaman, sekali kali kulihat kebelakang. Bagas mana ya, sebenarnya aku berharap dia memanggilku dan kekelas bersamaku namun justru sebalikknya, Bagas malah menghilang.
Di koridor depan ruang guru aku bertemu Meta, ah sial banget padahal aku masih kepingin mencari Bagas
“Vin, kok cepat cepat sih?” tegur Meta
“Ah nggak juga” jawabku, terpaksa aku mensejajari langkahnya
Mataku masih tetap meloncat loncat kesana kemari mencari bagas, oh itu dia. Bagas berjalan dengan gaya yang cool ke arahku rasanya kaki ini cekot cekot, oh tolong, jangan pingsan mendadak dong, alay banget.
Dengan penuh harap aku mengamati Bagas, bukannya mendekat, ia justru berbelok ke parkiran. hancur sudah angan angan ku. Kaca mimpi yang ku ukir mendadak ambrol. Padahal aku terlanjur membayangkan bagas akan berlari kearahku dan berjalan menjajariku dan menyapa, atau kalau bisa berbincang bincang, tapi nyatanya…
Akhirnya dengan lunglai aku masuk ke kelas, pagi ini sebenarnya kami akan menempuh UAS dan sepertinya Bagas membatku sedikit lebih semangat. Beberapa kali fikiranku melayang pada saat pertama kali aku bertemu dengan Bagas.
Aku melihatnya pertama kali ketika kelas sepuluh semester dua, saat itu aku kebetulan ada jam kosong, seperti biasa aku dan beberapa teman memilih ke mushala. kebetulan saat itu Bagas dan teman temanya juga ke mushala. Walaupun cuma bisa melihat tanpa mengenal dia. Pertemuan pertama itu tak pernah terlupakan.
Bahkan hingga kelas tiga semester satu ini, walau aku cuma bisa bilang “hay” padanya, ah andai aku bisa berbincang lebih lama dengan Bagas.
--------------
UAS selesai juga, raport akan di bagikan esok hari. Aku cuma termenung di bangkuku.
Dua hari lagi aku akan libur sekolah, cukup lama. Kami akan libur dua minggu padahal sekarang masih semester satu ,biasanya semester satu kami hanya libur satu minggu. Bukannya senang libur panjang, aku justru merasa sedih, empat bulan lagi kami akan lulus, itu artinya aku tak bisa bertemu lagi dengan Bagas, waktu detik detik terakhir justru di isi dengan liburan pula, padahal di sekolah sebulan aku hanya bisa bertemu dengannya empat kali. Di waktu terakhir. Dan aku tak bisa bertemu lagi.
Tak terasa setetes air mata membasahi pipiku. Kenapa aku merasa sesedih ini, inikan bukan pertemuan terakhirku dengan Bagas, lagi pula aku cuma pengagumnya. Bagas sama sekali tak tau, lalu buat apa aku sedih begini.  Namun apa daya, hatiku tak bisa berbohong,
“vin, kok sendirian?” seseorang menepuk bahuku pelan
Reflek aku menoleh.
“Bagas?” ujarku kaget, bagas nyamperin aku?. Hallow aku mimpi ya?
“oh, aku ngagetin ya?, maaf ya” ujar bagas lagi. Bagas duduk di hadapanku
“em, ada apa?” tanyaku
”oh iya” ujarnya sembari mebuka tas dan mengeluarkan kotak pensil. Bagas mengambil pensilku dan menyerahkannya padaku. “ini, makasih ya”
“em, sama sama” aku masukkan pensil kedalam tas. “gimana ujiannya?” tanyaku basa basi
“lumayan sih” jawabnya datar
Begitulah bagas, andai aku tanyakan sesuatu padanya sepanjang tujuh foliopun paling dia hanya akan menjawab dua kata saja, namun kenyataan itu tak bisa membuatku  menjauh darinya, aku justru ingin mendekat padanya.
“ ya sudah makasih pensilnya” ujar bagas sambil berdiri meninggalkanku.
Ekor mataku mengikuti laju Bagas. Tiba tiba bagas berhenti dan berbalik.
“aku lupa, seminggu lagi tahun baru ya, em. Happy new year” ujarnya. Lalu bagas mereogoh sesuatu di tasnya.
“buat kamu” kata bagas dan memberikannya padaku.
“apa ini?” tayaku tak mengerti, sebuah surat yang digulung.
“baca aja” ujarnya datar lalu pergi.
Jantungku dag dig duar, apa ya isinya? Special Letter from bagas. Ku bolak balik surat pemberian bagas. Pelan pelan ku buka gulungan itu. ‘hay, thanks buat pensilnya. Ku harap liburan kamu menyenangkan.’. selepas membaca tulisan itu aku cuma terdiam, isiya simple, biasa banget tapi bisa membuat hatiku kena serosis mendadak. Awas, jantungku mau meledak. Tim SAR mana siih..
tak seperti tujuh menit yang lalu, aku terdiam karena aku bingung bagaimana aku harus mengungkapkan rasa senang di hati, aku senang banget.. tak ku sangka semua ini akan terjadi hanya dalam tujuh menit, semua berubah. Thanks god
 Berkal kali ku baca gulungan kecil itu, berkali kali pula aku tersenyum karenanya. Ah, siapa yang tahu soaal jalannya alur kehidupan. Dan sepertinya Alloh berpihak padaku hari ini.
ngomong ngomong bisa nggak ya, selepas liburan aku dekat dengan Bagas, gak cuma jadi pengagum rahasianya tapi jadiii….. ah, cukup deh hayalanku. Tapi emang ada indikasi kalo aku bakal deket sama bagas nih. cihuy


  

1 komentar: